Seruling Sakti

Alkisah, pada zaman dahulu terdapat sebuah kota yang terletak di kaki bukit. Kota itu bernama Hamelyn. Penduduk yang tinggal di sekitarnya hidup dengan aman dan damai, namun perilaku mereka terhadap kebersihan lingkungan sangat memprihatinkan. Mereka membuang sampah di sembarang tempat, hingga akhirnya menjadi sarang tikus. Semakin hari jumlah tikus terus bertambah dan kota pun dipenuhi oleh kawanan tikus.

Para tikus tersebut berkeliaran di mana-mana. Mereka bergerak bebas di mana saja tanpa merasa takut akan kehadiran manusia. Untuk mengatasinya, sebagian penduduk kota ini mencoba memelihara kucing. Selain itu, ada pula yang memasang berbagai perangkap untuk membunuh atau membinasakan para tikus. Namun, semua usaha yang dilakukan seakan sia-sia belaka. Jumlah tikus malah semakin bertambah banyak. Penduduk menjadi bersusah hati dan mati akal bagaimana untuk melenyapkan tikus-tikus tersebut.

Musibah yang menimpa Kota Hamelyn ternyata telah tersebar luas hingga ke kota-kota lain di sekitarnya. Dari salah satu kota tersebut ada seorang pemuda yang datang ke Hamelyn untuk menawarkan diri menghalau semua tikus yang berkeliaran. Sebagai imbalannya, sang pemuda meminta upah sebasar dua keping emas kepada setiap orang yang ada di Hamelyn. Warga masyarakat Hamelyn segera memusyawarahkan tawaran sang pemuda. Dan, setelah berunding panjang-lebar, akhirnya mereka setuju untuk membayar walaupun sangat mahal karena tidak mempunyai pilihan lain.

Setelah dicapai kata sepakat, sang pemuda lalu pergi ke tengah lapangan. Ia kemudian mengeluarkan sebuah seruling dan mulai meniupnya. Suara yang keluar dari seruling itu sangat merdu dan melenakan siapa saja yang mendengarnya (manusia maupun binatang). Para tikus yang mendengarnya seakan terhipnotis dan mulai keluar dari sarang mereka untuk berkumpul di sekeliling sang pemuda. Ia lalu berjalan perlahan-lahan sambil tetap meniup seruling menuju ke sebuah sungai yang letaknya di pinggir Kota Hamelyn. Setelah sampai, sang pemuda langsung menceburkan diri ke tengah sungai. Hal ini diikuti pula oleh kawanan tikus. Ternyata para tikus tersebut tidak dapat berenang, sehingga seluruhnya mati lemas.

Saat kota telah terbebas dari hama tikus, sang pemuda kemudian menagih janji kepada para penduduk. Namun para penduduk ternyata enggan untuk membayar. Mereka menganggap bahwa kerja sang pemuda yang hanya meniup seruling tidaklah sepadan dengan upah yang dimintanya. Sang pemuda menjadi marah. Ia lalu meniup serulingnya lagi dengan nada yang berbeda. Irama yang keluar dari seruling itu ternyata sangat memikat hati kanak-kanak dan segera mengikuti si pemuda pergi keluar dari Kota Hamelyn. Sedangkan bagi orang dewasa yang mendengarnya, seakan terlena dan tidak menyadari keadaan di sekitarnya.

Ketika sang pemuda telah berada di batas kota, barulah penduduk Hamelyn sadar kalau anak-anak mereka juga dibawa serta. Mereka lalu berlari menyusul sang pemuda hingga ke perbatasan Kota Hamelyn. Saat bertemu sang pemuda, mereka lalu merayunya dengan janji akan memberikan puluhan keping emas asal mau mengembalikan anak-anak mereka.

Namun, bujuk rayu penduduk Hamelyn tidak diindahkan oleh Sang Pemuda. Sambil terus memainkan suling ia membawa anak-anak menuju sebuah gua yang letaknya agak jauh dari batas Kota Hamelyn. Dan, setelah seluruh anak masuk bersama Sang Pemuda, secara tiba-tiba gua tersebut lenyap dari pandangan. Para penduduk yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa menyesal. Mereka menyesal karena telah berbuat ingkar pada sang pemuda yang akhirnya harus ditebus dengan menghilangnya anak-anak mereka.

Sumber: Diadaptasi bebas dari http://www.members.tripod.com/
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive