Nong Nong Kling (Teater Rakyat Bali)

Bali dikenal sebagai gudang kesenian dengan berpuluh bahkan ratusan jenis kesenian rakyat. Salah satu dari sekian banyak kesenian rakyat tersebut adalah nong nong kling. Nong nong kling adalah seni pertunjukan yang menggunakan media ungkap tari, musik dan drama. Nama nong nong kling diambil dari suara iringannya yang apabila digerakkan akan menimbulkan efek bunyi “nong, nong, kling”.

Kesenian nong nong kling yang banyak terdapat di Kabupaten Klungkung biasa juga disebut dengan nama barong nongkling. Meskipun di dalam pertunjukan itu tidak terdapat “barong”, namun pertunjukan nong nong kling dikelompokkan dalam kesenian barong, seperti halnya barong ket, barong bangkal, barong landung dan banyak barong lainnya. Dengan demikian kesenian nong nong kling termasuk kelompok kesenian barong.

Drama tari nong nong kling hampir mirip dengan wayang wong Bali. Hal ini terlihat dari perlengkapan nong nong kling yang menggunakan tapel (topeng) Sita dan tapel Subali, seperti pada pertunjukan wayang wong Bali. Perbedaan antara nong nong kling dan wayang wong Bali, terletak terutama pada cerita yang dimainkan, meskipun keduanya bertolak dari cerita Ramayana. Jika wayang wong Bali dapat memainkan episode manapun dalam cerita Ramayana, maka nong nong kling hanya memainkan eposide “Kerebut Kumbakarna” (Kumbakarna yang diperangi beramai-ramai oleh para wanara/kera).

Peralatan
Peralatan musik yang digunakan untuk mengiring drama tari nong nong kling dinamakan batel, yang terdiri atas: (1) dua buah kendang kecil (kendang keruntungan); (2) satu set ceng-ceng kecil; (3) satu buah kenong; (4) satu buah kelenang; (5) satu buah kempul; dan (6) satu buah seruling bernada slendro. Sedangkan, busana yang dikenakan oleh para pemainnya yang berperan sebagai wanara (kera), memakai bulu dari praksok (semacam serat).

Pertunjukkan dan Gerak Tari Nong Nong Kling
Pertunjukan nong nong kling biasanya diadakan di alam terbuka, tanpa panggung, dan penontonnya duduk melingkar. Tidak ada batas antara penonton dan pemain yang menyebabkan pertunjukan kesenian rakyat tersebut terasa lebih akrab dan spontan, seolah-olah para penonton pun ikut bermain di dalamnya. Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan nong nong kling ialah bahasa Kawi dan bahasa Bali. Untuk para tokoh seperti Kumbakarna dan Wanara mempergunakan bahasa kawi yang diterjemahkan oleh punakawan Delem dan Sangut yang menggunakan bahasa Bali. Seperti punakawan dalam kesenian wayang kulit di Jawa dan wayang golek di Jawa Barat, Delem dan Sangut merupakan tokoh yang sering melawak dan bernyanyi, sehingga pertunjukan kesenian rakyat tersebut banyak digemari oleh masyarakat.

Gerakan tari dalam nong nong kling pada prinsipnya sama seperti gerak tari Bali lainnya, yaitu: (1) agem, yaitu gerak tari yang menggambarkan posisi berdiri yang disesuaikan dengan karakter (perwatakan) tokoh yang dimainkan; (2) nyingsing, yaitu gerakan kedua tangan yang berada di pinggang dan kedua telapak menghadap ke belakang. Gerak ini dilakukan sambil berjalan. Gerak nyingsing pada tarian biasa dinamakan nyingsing kampuh (saput) sedangkan pada nong nong kling dinamakan nyingsing bulu; (3) tanjek, yaitu gerakan salah satu kaki menghentak ke depan sebagai tanda untuk mengganti irama pada saat berjalan; (4) ngaceb, yaitu gerakan berjalan tetapi tapak kaki tidak serong; (5) ngesong, yaitu gerakan “nyalin ulat” berkali-kali diikuti gerak kaki mundur. Gerakan “nyalin ulat” ialah gerakan bahu melingkar untuk mengganti “agem” (dari kiri ke kanan); (6) nangseh, yaitu suatu gerakan memutar kepala setengah lingkaran disertai dengan gerak tangan dan kata-kata yang diperkeras sebagai tanda gamelan harus merubah iramanya; (7) dadengklengan, yaitu salah satu kaki diangkat sehingga pangkal paha dan lutut membentuk sudut sembilan puluh derajat; dan (8) tetanganan, ialah sikap jari tangan (jari tengah dan jari manis ditekuk dengan ibu jari, telunjuk dan kelingking lurus) yang berfungsi untuk menggaris bawahi ucapan. (gufron)

Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1992. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara IV. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
http://www.balipost.co.id
http://balebanjar.com
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive