Genta Perunggu Zaman Hindu-Budha di Indonesia

Genta ialah benda atau alat berbentuk bulat lonjong atau seperti topi tinggi yang berongga dan di dalamnya berisi anak genta shingga apabila benda ini digoyang-goyang akan timbul bunyi. Kata genta berasal dari bahasa Sansekerta ghanta yang berarti bel atau lonceng. Badan dan puncak genta dapat diberi hiasan apa saja seperti daun, bunga, saluran garis lengkung, hiasan binatang seperti singa, gajah, naga dan lain-lain. Di puncak genta dapat diberi pegangan, baik berupa lubang gantungan ataupun tangkal. Dari bentuk dan fungsinya maka genta dapat diberi beberapa nama yaitu genta gantung, genta pendeta, genta binatang dan klintingan. Genta ini umumnya dibuat dari bahan logam, terutama perunggu sehingga kuat dan memberikan bunyi nyaring.

Teknik pembuatan genta
Genta perunggu dapat dibuat dengan teknik: 1. a cire perdue (artinya lilin yang hilang), 2. bihalve (artinya: cetakan ganda).

Pada teknik a cire perdue lebih dahulu dibuat genta tiruannya dari lilin. Jika genta lilin ini sudah sempurna lalu di ujung atas dan bawah diberi tambahan bentuk tongkat kecil dari lilin sebagai saluran kalau nanti dituangi logam cair. Genta lilin ini disiram cairan gips sehingga semua lekuk-liku genta itu tertutup gips kecuali calon saluran.

Setelah gips kering lalu dipanasi sehingga lilinnya keluar. Kemudian cairan logam dituangkan ke dalam cetakan gips ini melalui saluran yang tersedia. Setelah itu balutan gips dibuka dengan cara memecahkan gips dan keluarlah genta logam yang kita inginkan. Benda ini harus dirapikan karena ada sisa logam yang tidak dikehendaki.

Pada teknik bihalce, dibuat dahulu cetakan pada sepasang kepingan tanah liat yang masih lembek. Setelah cetakan tanah liat ini agak kering, pasangan cetakan ditangkupkan dan logam cair dapat dituangkan melalui saluran yang disediakan. Model cetakan demikian dapat dipakai berulang-ulang. Bahan logam yang baik ialah perunggu. Menurut dongeng Cina, pada masa dinasti Ming, Kaisar Yung Lo memerintahkan seorang tukang pandai besi untuk membuat lonceng yang suaranya dapat bergema di seluruh Peking. Ia membuatnya dua kali tetapi tukang ini gagal karena suaranya jelek. Anak gadisnya mendengar ramalan ahli nujum bahwa logam yang bercampur dengan darah perawan akan menghasilkan genta yang berbunyi nyaring. Demi menolong sanga ayah, si gadis diam-diam menceburkan diri ke dalam cairan logam panas. Sang ayah yang terkejut dan berduka akan kematian gadisnya, meneruskan pembuatan genta dan ternyata berhasil memenuhi keinginan sang kaisar (lihat Curt Sachs: The History of Musical Instrument. New York, 1940, hal. 170).

Riwayat dan Temuan Genta
Di gua-gua Aurangabad di India ditemukan pahatan genta. Tinggalan purbakala ini berasal dari abad ke-7 M. Menurut tradisi yang berlaku di India para pendeta Hindu memnyuikan genta apabila sedang berdoa kepada dewa-dewa. Bentuk genta ini kecil pegangannya indah dan dihias dengan simbol-simbol keagamaan seperti tombak dewa Siwa, burung dewa Wisnu atau raja kera Hanuman (lihat Curt Sachs 1940; 222).

Di Candi Borobudur ada relief tentang pertunjukan musik dan genta ini dipahat bersama dengan: mrdangga, sangkha, tala dan vina (lihat Curt Sachs 1940: 235; ihat juga kitab J. Kunst: Hindoe-Jacansde Muziek-Instrmenten, H. Welteverden. 1926, hal 136). Di Candi Panataran (1300 M) ada pendeta memegang genta (lihat J. Kunst 1926; 162).

Fungsi Genta
Berdasarkan bentuk genta dan bunyi yang ditimbulkan apabila genta digoyang atau dipukul, fungsi genta ialah sebagai tanduk untuk memulai melaksanakan atau mengakhiri upacara. Dalam upacara umat Katolik juga digunakan genta kecil. Mungkin dapat disimpulkan bahwa genta dapat menolak roh jahat (Curt, Sachs, hal 109). Di Thailand bunyi genta menunjukkan bahwa upacara sudah selesai. Di Cina banyaknya bunyi genta menunjukkan tanda kemakmuran. Di Bali para pendeta membawa dan membnyikan genta ketika berlangsung upacara.

Genta juga sebagau instrumen musik dan ada tarian dengan genta yang dibunyikan oleh penarinya sendiri jadi fungsinya sebagai pengatur gerak.

Dari uraian di atas tampak bahwa genta di Jawa dan Bali digunakan sebagai alat upacara keagamaan dan instrumen musik.

Umur dan asal-usul
Umur benda-benda perunggu sulit ditentukan kecuali ada prasastinya atau genta itu ditemukan dalam bangunan suci/candi. Dari korosi perunggu yang disebut patina mungkin umurnya dapat diteliti lewat analisa laboratorium.

Genta yang dibahas di sini adalah koleksi Pusat Arkeologi Nasional. Benda-benda tersebut berasal dari para pedagang yang menjualnya tanda diketahui asal-usulnya.

Jenis dan Deskripsi Genta
Berdasarkan bentuknya dan penggunaannya jenis genta dapat dibagi menjadi: (1) genta upacara (genta gantung dan genta pendeta); (2) Genta biasa (genta binatang dan klintingan).

Genta Upacara
Genta gantung
Genta ini ada dua buah dan dapat digambarkan: 1) tinggi 16,5 cm, garis tengah bawah 14cm, garis tengah atas 7 cm. Badan genta dihias dengan bunga padma dan sulur beruntai. Di puncaknya seekor lembu yang punggungnya berhias simpul beruntai. Di puncaknya seekor lembu yang punggungnya berhias simpul pita, duduk di atas bunga padma. Di bagian bawah ada prasasti Jawa Kuna berangka tahun 827 – 905 SM; 2) Tinggi 28 cm, garis tengah bawah 14,5 cm. Badannya polos, puncaknya berhias padma, di atasnya ada singa jongkok dengan ekor melengkung ke atas. Di puncaknya ada rantai dan di dalam genta ada anak genta.

Genta pendeta
Istilah ini dipakai karena ada tangkainya untuk pegangan pendeta saat membunyikannya. Bentuknya dapat digambarkan: Tinggi 19 cm, garis tengah dasar 8,7. Badannya polos, pegangannya panjang dan ujungnya berupa wajra bergigi lima. Di dalam genta ada bandul. Wajra adalah simbol laki-laki, sedangkan genta simbol perempuan. Jenis genta dengan wajra ada lima lagi.

Genta biasa
Genta ini ada dua macam: 1) badan bawah terbuka; 2) badan bawah tertutup. Bentuk yang tertutup ini disebut klintingan dan biasanya ukurannya lebih kecil dari genta terbuka. Pada kedua jenis genta ini terdapat lubang gantungan d puncaknya. Gambaran genta bintang tinggi 11,5 cm, lebar bawah 7,5 cm. Ujung badan bawah melipat keluar, pada badan tengah ada hiasan naga meliuk ke atas pada badan atas ada hiasan padma. Lubang gantungan berbentuk silinder ada di puncaknya. Jenis genta binatang dengan wariasi yang lain masih ada 8 buah lagi.

Klintingan
Bentuk badan bawah tertutup tetapi ada luang sempit tempat memasukkan anak klintingan. Gambarannya: Tinggi 15,5 cm, garis tengah badan 10 cm, bentuk bulat, hiasan padma terdapat pada bagian atas. Di sebelah celah badan bawah ada empat kaki hingga klintingan ini dapat berdiri. Lubang gantungan hilang. Jenis klintingan dengan variasi bentuk/hiasan masih ada empat lagi yang tidak dituliskan di sini.

Genta/klintingan perunggu dari masa Klasik Indonesia sangat menarik dan penggunaan genta/klintingan masih berlanjut hingga kini. Tinggalan purbakala yang sedikit jumlahnya ini patut diperhatikandan dijaga kelestariannya.

Sumber:
Tim Koordinasi Siaran. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive